Jusuf Ronodipuro – Suaranya Berkelana di Udara

“Sekali di udara, tetap di udara.”

Siapa tidak tahu slogan legendaris di atas? Mungkin banyak yang belum tahu bahkan belum pernah dengar. Bagi angkatan lama atau para pendengar radio sejati, slogan “Sekali di udara, tetap di udara” bukan menjadi hal asing lagi.

Ya, slogan itu adalah slogan milik Radio Republik Indonesia (RRI) yang berumur sama dengan Republik Indonesia. Slogan itu menjadi bukti bahwa eksistensi radio tetap bertahan hingga sekarang di tengah era digital. Bicara tentang RRI, tentu tak akan lepas dari seorang tokoh pahlawan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan radio di Indonesia, terutama di masa perjuangan melawan penjajah.

© @maswendix

Dialah Jusuf Ronodipuro. Pria kelahiran Salatiga 30 September 1919 ini adalah salah satu pendiri RRI, sekaligus pencetus slogan legendaris itu. Setelah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942, seluruh jaringan penyiaran dikuasai oleh Jepang. Berita-berita maupun program siaran harus melalui izin ketat dari pihak Jepang. Pada masa itu, Jusuf Ronodipuro bekerja sebagai penyiar dan wartawan radio militer Jepang di Jakarta, Hoso Kyoku.

Jusuf Ronodipuro © wikimedia.org

PENGUMUMAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN KE SELURUH DUNIA

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, Hoso Kyoku melarang para staf untuk masuk atau keluar stasiun radio, termasuk juga Jusuf Ronodipuro yang harus menginap di dalamnya. Hal ini menyebabkan beliau tidak mengetahui perkembangan berita di luar, apalagi setelah studio siaran mancanegara ditutup oleh Hoso Kyoku.

Pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno. Berita besar ini pun tidak diketahui oleh Jusuf Ronodipuro dan staf di Hoso Kyoku. Hingga ketika Jusuf Ronodipuro dan para staf bersiap untuk berbuka puasa, seorang wartawan dari kantor berita Jepang (DOMEI), Syahruddin, menyelinap untuk memberikan secarik kertas pesan dari Adam Malik yang berisi perintah membacakan naskah proklamasi. Dengan datangnya perintah ini, Jusuf Ronodipuro dan para staf pribumi menjadi yakin bahwa Indonesia telah mendapatkan kemerdekaannya.

Membacakan berita penting melalui radio bukan hal mudah. Ini dikarenakan Jepang mengawasi dengan ketat semua materi yang akan disiarkan. Setelah berdiskusi dengan koleganya, diputuskan bahwa siaran akan dilakukan di studio siaran mancanegara yang telah ditutup untuk mengelabui pihak Jepang. Tepat pukul 19.00 WIB, berita proklamasi pun disiarkan disertai pembacaan naskah proklamasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris. BBC London, Radio Amerika, dan radio lainnya kemudian meneruskan siaran ini hingga seluruh dunia mendengar kabar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Ini dilakukan berulang-ulang hingga akhirnya tentara Jepang mengetahui muslihat ini. Jusuf Ronodipuro dan seluruh staf yang terlibat disiksa dengan kejam. Jusuf Ronodipuro pun hampir dibunuh, namun dapat melarikan diri.

Keesokan harinya, beliau bertemu Abdulrahman Saleh untuk memeriksakan keadaannya. Beliau bercerita tentang proklamasi kemerdekaan dan penutupan stasiun radio Hoso Kyoku setelah berita proklamasi tersebar. Abdulrahman Saleh pun berpikir bahwa Indonesia harus mempunyai stasiun radio sendiri. Dengan bermodal barang-barang elektronik bekas, dou ini berhasil mendirikan Radio Suara Indonesia Merdeka pada 23 agustus 1945, yang kelak menjadi cikal bakal Radio Republik Indonesia. Di radio ini juga, pada 25 agustus 1945 Soekarno untuk kali pertama memberikan pidato dan amanatnya secara langsung melalui radio. Kemudian pada 29 Agustus 1945, diikuti oleh Bung Hatta.

RADIO REPUBLIK INDONESIA BERDIRI

Kekalahan Jepang oleh sekutu, membuat stasiun-stasiun radio di daerah kehilangan penjagaan ketatnya. Melihat keberhasilan berdirinya Radio Suara Indonesia Merdeka, muncul semangat untuk mengobarkan semangat perjuangan ke daerah-daerah. Bersama Abdulrahman Saleh, Jusuf Ronodipuro mengumpulkan para pemimpin radio daerah pada 10 September 1945. Dalam pertemuan ini, disepakati untuk meminta Jepang menyerahkan stasiun radio miliknya kepada Republik Indonesia. Namun karena muncul penolakan dari Jepang, terjadilah perebutan paksa. Kekuatan Jepang yang melemah setelah kekalahannya dari sekutu, menyebabkan Indonesia dengan mudah merebut stasiun radio yang berada dalam kekuasaan Jepang.

Setelah seluruh stasiun radio daerah dikuasai, pada 11 September 1945 resmi didirikan Radio Republik Indonesia. RRI pada saat itu mempunyai peran penting karena media yang paling ampuh dan cepat menyebarkan berita dan mengobarkan semangat perjuangan adalah radio. Hal ini dapat terlihat dari gigihnya RRI mengobarkan semangat perjuangan melalui siarannya dan perjuangan langsung di medan perang oleh para stafnya pasca kemerdekaan, terutama saat Agresi Militer Belanda I, Pemberontakan PKI 1948, dan Agresi Militer Belanda II.

SUARA PEMBACAAN NASKAH PROKLAMASI TIDAK DIREKAM SAAT PROKLAMASI TERJADI

Siapa yang tahu bahwa suara Soekarno saat membacakan naskah proklamasi direkam pada tahun 1951, bukan saat proklamasi terjadi? Ya, memang inilah yang terjadi. Peristiwa proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 terjadi tanpa persiapan yang memadai. Dalam keadaan terburu-buru seperti ini, tidak ada dokumentasi kecuali foto-foto yang selama ini kita tahu.

Sadar bahwa tidak ada rekaman suara Soekarno saat membacakan naskah proklamasi, Jusuf Ronodipuro (saat itu sebagai Kepala RRI sedang melakukan kunjungan ke Istana Negara) meminta Soekarno untuk membacakan ulang naskah proklamasi sembari direkam. Soekarno dengan tegas menolak karena baginya proklamasi hanya sekali dan tidak mungkin diulang kembali. Namun dengan pendekatan secara perlahan, akhirnya Soekarno mengabulkan permintaan Jusuf Ronodipuro. Ini semata demi memberi bukti kepada seluruh masyarakat Indonesia dan generasi mendatang bahwa proklamasi benar-benar disampaikan oleh Soekarno secara lisan.

 

Peran penting Jusuf Ronodipuro selama masa perjuangan mungkin sangat jarang diceritakan layaknya pahlawan-pahlawan lain. Namun tak bisa dipungkiri, jasanya dalam mengabarkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke seluruh dunia, serta usahanya mendirikan dan mengembangkan RRI hingga saat ini, tak kalah luar biasa dengan pahlawan-pahlawan lain. Apalagi ide dan usahanya untuk merekam suara Soekarno saat membacakan naskah proklamasi. Jika Jusuf Ronodipuro saat itu tidak melakukannya, maka mungkin saja sampai saat ini kita tidak bisa mendengarkan pembacaan naskah proklamasi yang menggetarkan jiwa itu. (uniz)

 

Leave a comment