GUGUR GUNUNG 5 – Ketika Aksara Bicara

Keluarga Mahasiswa Sastra Nusantara (KAMASUTRA) Fakultas Ilmu Budaya UGM mengadakan rangkaian acara bertajuk Gugur Gunung 5. Acara tahunan ini diadakan di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) UGM pada tanggal 6-13 September 2015 lalu.

GUGUR GUNUNG 5

GUGUR GUNUNG 5

Gugur Gunung tahun ini merupakan edisi ke-5 (sejak 2011), yang merupakan wujud pengenalan, penelitian, dan pengembangan pengetahuan masyarakat terhadap nilai keluhuran budaya Jawa. Gelaran tahun ini mempunyai tema besar “Aksara Bicara”. Aksara, atau huruf, hadir sebagai media penyampaian pesan dari seseorang ke orang lain selama berinteraksi. Terlebih dengan Indonesia yang mempunyai beragam budaya, aksara memegang peranan penting untuk menyatukan perbedaan tersebut.

Gugur Gunung 5 ini bertujuan untuk lebih mengenalkan aksara, terutama aksara Jawa, kepada masyarakat. Aksara merupakan media yang tidak termusnahkan dan merupakan pengungkap unsur-unsur ekspresif dalam bahasa. Melalui acara ini, diharapkan dapat menjadi bagian penting, dari informasi dan edukasi tentang aksara kepada masyarakat, sehingga muncul kesadaran untuk melestarikannya.

Rangkaian acara Gugur Gunung 5 terdiri dari Gebyar Aksara, lomba-lomba, seminar nasional, dan festival budaya pada malam puncak. Pada Gebyar Aksara (6 September), diadakan pameran naskah koleksi langka dan bersejarah dari perpustakaan Sastra Nusantara. Di hari yang sama, diadakan lomba sesorah (pidato) dan geguritan (puisi Bahasa Jawa) untuk tingkat SD-SMA, serta lomba menulis cerkak (cerita pendek) dan tipografi untuk umum. Selama rangkaian Gugur Gunung 5, dibentangkan kain putih di beberapa tempat di FIB. Di kain putih tersebut, pengunjung boleh menuliskan apapun dengan aksara Jawa.

Pada hari keempat (9 September), diadakan Seminar Nasional “Perubahan Aksara dalam Perkembangan Peradaban” dengan pembicara Dra. Sumarsih, M.Hum, Drs. Djoko Dwiyanto, M.Hum, dan Prof. Dr. Titik Pudjiastuti di Ruang Multimedia FIB UGM. Sumarsih menyampaikan bahwa sejarah perkembangan aksara di dunia ini telah berjalan melalui peminjaman dan penyesuaian yang dilakukan berulang-ulang dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. “Tulisan yang berfungsi sebagai informasi storage masa lampau diwariskan dari generasi sebelumnya kepada generasi selanjutnya, dengan tidak menutup kemungkinan untuk mengubahnya,” tandas dosen pengajar Filologi ini.

Dalam seminar ini pula, Titik Pudjiastuti dari MANASSA (Masyarakat Pernaskahan Nusantara), memaparkan dunia keberaksaraan di Indonesia yang berjalan secara berlapis-lapis. Kebudayaan yang masuk di Indonesia demikian banyak, dan masing-masing dapat dikatakan membawa kebudayaan berupa aksara.

Sementara Djoko Dwiyanto menyampaikan bahwa peradaban adalah suatu situasi ketika komunitas atau masyarakat itu sudah memiliki tingkat keadaban tertentu, dengan elemen-elemen yang kompleks, antara lain adalah akasara. “Peradaban Jawa pasti diisyaratkan oleh huruf, bahasa, dan karya tulisnya,” jelas pengajar mata kuliah Paleografi ini.

Festival budaya pada malam puncak (13 September) diadakan sebagai penutup rangkaian acara Gugur Gunung 5. Malam puncak yang digelar di PKKH UGM ini bertajuk “Dirgayuswa Sastra Nusantara”, menghadirkan pertunjukan berbagai kesenian, diantaranya pertunjukan kesenian gamelan dari Gamasutra, Tari Sang Pratiseno dari Dinas Pariwisata DIY, pertunjukan musik etnik Bhagaskara, dan Tari Abhirama oleh Kawung.

Tari Abhirama oleh Kawung © Falina

Tari Abhirama oleh Kawung © Falina

 

Malam puncak ini ditutup dengan pagelaran wayang kulit dengan dalang Ki Rudi Wiratama dan Ki Suluh Juniarsah, serta Karawitan Kusuma Jati. Wayang kulit ini mengambil lakon Ajisaka. Lakon Ajisaka menceritakan tentang pengembaraan sosok legendaris dalam mitologi Jawa, Ajisaka, dalam menimba ilmu. Selain itu, diceritakan pula kisah Ajisaka ketika mengalahkan penguasa tanah Jawa, Prabu Dewatacengkar, dan pencarian pusaka Sang Hyang Penyarikan, yaitu aksara Dentawyanjana atau lebih dikenal dengan Hanacaraka.

Wayang Kulit Lakon Ajisaka © Falina

Wayang Kulit Lakon Ajisaka © Falina

Acara Gugur Gunung 5 ini diharapkan dapat menjadi trigger kepada masyarakat, terutama generasi muda, untuk terus melestarikan aksara Jawa. Aksara Jawa merupakan simbol dari nilai-nilai budaya Jawa, sehingga seyogyanya aksara tak hanya dilestarikan, namun juga dihayati dengan cara menggunakannya. Sehingga nantinya, aksara tidak akan termusnahkan walau zaman terus berubah. (Uniz)

Leave a comment